Sejak memposting Kaira main piano di tempat lesnya melalui di IG yang disambungkan ke FB-ku, beberapa orang teman lalu menghubungiku. Percakapan berisi seputar berapa biaya, mulai umur berapa hingga berkembang kepada alasan dan bagaimana memperkenalkan alat musik pada anak. Berdasarkan pengalamanku sih, sebagai orang awam yang tidak memiliki dasar-dasar bermusik (tidak bisa bermain alat musik, tidak bisa menyanyi dan menari, bukan dari keluarga pemusik) ada beberapa catatan sebelum anak ikut kursus alat musik terutama piano.
1. Tentukan Niat dan Tujuan Anak Ikut Les Piano
Sebagai orang tua, patut kiranya paham niat dan tujuan mengikutsertakan anak ikut les piano. Jangan sampai ambisi orang tua yang dulu belum bahkan tidak sempat tercapai nantinya mengorbankan anak. Cek lagi tujuan mereka berlatih alat musiik misalya agar cukup bisa/punya skill bermusik atau bahkan memang berniat menjadikannya seorang virtuoso.
Bagi keluarga kami, musik adalah bagian subjek belajar yang selayaknya dipelajari dengan mengacu pada kurikulum Charlotte Mason. Menurut Ms. Mason, hidup itu akan lebih indah dan menyenangkan jika kita mampu mengapresiasi musik yang bermutu, menyanyi, dan belajar dasar-dasar bermain musik.
Kami meyakini, belajar musik sama pentingnya dengan belajar sastra yang harapannya mampu melatih kepekaan rasa dan jiwa sosial. Bermain musik juga bagian melatih kebiasaan baik untuk tekun belajar kerumitan jari jemari, berbagi otak, membaca not balok, mengepaskan tempo, dan sebagainya. Artinya, tak hanya mengolah rasa, piano mengajak gerak raga.
Kata orang Yunani, orang yang beradab itu adalah bisa bikin syair/puisi dan bermain musik. Kami orang tuanya yang gak bisa main musik, boleh lah dianggap gak beradab. Tapi setidaknya anaknya pernah belajar alat musik. Jadi ketidakberadaban cukup berhenti di kami, orang tuanya hahaa
2. Sebaiknya Ada Piano yang Dipakai Berlatih Setiap Hari
Dulu Kaira pernah ikut les piano saat masih Paud dan lanjut TK. Namun karena tidak punya piano di rumah, jadinya sangat tidak efektif dan lambat berkembang. Menurut pelatihnya, Kaira sudah mulai bisa tapi karena tidak pernah berlatih, akhirnya di pertemuan berikutnya harus mengulang pelajaran sebelumnya. Hampir setahun berlatih rasanya tidak banyak kemajuan yang dicapai.
Jadi, idealnya ada piano di rumah yang bisa digunakan setiap saat untuk latihan. Jari jemari lebih lincah jika belajar setiap hari, juga menyeimbangkan kemampuan kedua tangan. Biasanya salah satu tangan mendominasi dan lainnya lebih lemah memencet tuts piano yang memang lebih berat dibanding keyboard atau organ.
Practice makes perfect, alah bisa karena biasa. Begitu kata pepatah dan ini berlaku pula saat berlatih piano.
3. Sudah Bisa Baca Tulis Kecuali Dia Sangat Jenius Bermusik
Saat Kaira mulai les piano di tempat kursus, dia masih Paud, Kupikir akan langsung pegang alat. Ternyata bagi anak yang belum bisa baca tulis hitung, mereka akan dimasukkan dalam program yang berisi aneka aktivitas menarik minat musikalitas melalui bernyanyi, menggambar, mewarnai, bergerak ritmik, dan aktivitas lain yang seolah-olah bagiku tidak nyambung dengan musik itu sendiri. Jadi sempat dalam hati, yaaa kok cuman begini sih…Mana bayarnya kan ya gak murah hihii…
Tapi ya memang benar sih mungkin prosesnya demikian. Itu adalah bagian dari program di tempat les musik untuk anak balita. Setiap tempat tidak selalu menyediakan program itu tapi rata-rata program di range usia ini masih banyak “bermainnya” sebagai bagian holistik mengenalkan alat musik
Meski begitu, kami tidak akan mengulangi lagi pada anak kedua. Kami menyadari, anak-anak bukanlah dari keluarga yang sudah punya atmosfer bermusik. Pasti akan berbeda dengan keluarga yang terbiasa mengakses musik sehingga wajar saja jika menghasilkan anak-anak yang jenius bermusik di usia muda seperti Mozart atau Joe Alexander.
Berdasarkan pengalaman itu, menurutku, ketika anak sudah bisa calistung, mereka akan mudah belajar piano. Selama les piano di dua tempat, saat belajar musik pasti langsung menggunakan not balok. Tentu logika ini akan lebih mudah nyantol pada anak yang sudah bisa calistung. Selain itu juga ada teori lainnya misalnya membaca petunjuk tempo dan simbol pada tangga nadanya.
Jadi buat Mikhail yang masih belum bisa calistung, mending kumundurkan waktunya les piano saat dia siap daripada memaksakan diri. Selain kurang efektif, kayaknya nanti akan merepotkan pelatihnya, Nanti saja tunggu dia sudah bisa calistung, baru akan dileskan jika memang berminat pada piano.
Setiap harinya sih sudah ikutan kakaknya bermain bahkan bisa (bukan menguasai) menirukan beberapa lagu sederhana hanya dari melihat caranya kakak bermain. Sense of music lainnya dipantik pula dengan bernyanyi, menari bebas sambil mendengarkan musik, membacakan biografi para komposer besar dunia (melalui jam belajar kakaknya) dan tentu membiarkan dia bermain dengan pianonya di jam-jam bebasnya…. Biarlah ide bermain musik akan secara alamiah sampai di akalbudinya meski pernah dia bilang pengen ikutan kakak bisa main piano 😀
4. Les Piano Adalah Keinginan Anak Sendiri, Bukan Paksaan Orang Tua
Sesi les piano adalah salah satu hal yang paling ditunggu Kaira sebagai “ekstrakurikuler” belajar dengan guru dari luar rumah, selain les bahasa Inggris yang memang dia minati saat ini. Hampir tiga bulan ini dia berlatih, tak sekali pun kami lihat dia malas berangkat. Mungkin masih semangat karena bulan-bulan awal ya… Tapi yang jelas, keinginannya bisa main piano berasal dari dirinya sendiri.
Saat kami punya rezeki untuk membeli piano, kutawarkan kembali apakah keinginan belajar piano masih ada. Dia bilang masih dan kebetulan kami pernah mengikutkannya ke kelas percobaan (trial class) di tempat lesnya sekarang sehingga segera menghubungi pelatih saat siap. Kaira berlatih bersama gurunya selama 45 menit, 4 kali dalam sebulan dan setiap minggu menyetorkan hasil berlatih di rumah melalui video.
Kami hanya memfasilitasi berikut mendukung atmosfer bermusik di dalam rumah. Tidak untuk semata-mata mencari bakat minatnya namun sebagai bagian besar mengenalkan aneka hidangan ide-ide besar yang menggugah jiwa sebagai bagian kurikulum yang kaya. Ibarat makan, menu yang diperkenalkan sangat beragam. Dan musik adalah salah satu tawaran menu itu yang kebetulan dengan sukacita dipilih untuk dinikmati anak pada saat ini.
5. Pilihlah Tempat Les Piano yang Sesuai
Tempat kursus alat musik menurutku ada dua jenis yakni berbasis kelembagaan dan privat/dikelola oleh pribadi. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti ketersediaan fasilitas (alat dan gedung), tarif les, mendatangi/didatangi guru, dan sebagainya disesuaikan.
Karena Kaira memulai les piano di masa pandemi, kami menilai memilih guru privat itu lebih baik. Jika ke lembaga, ada yang belum buka atau harus selalu online. Sedangkan jika pemula, kupikir ada hal dasar yang perlu langsung ditangani pelatih misalnya gerakan tangan dan sikap duduk. Meski tetap bertemu, asal menjalankan protokol kesehatan serta yang diterima satu waktu hanya satu orang, kami sebagai orag tua tidak terlalu khawatir.
Beruntung Kaira mengenal Miss Dita, seseorang yang sangat piawai dan mencintai yang dilakukannya. Beliau membuka kursus piano anak di rumahnya di sini. Guru yang tepat juga penting bagi kami agar apa yang sudah dilakukan beliau sampai kepada anak kami.
Demikian menurutku, 5 alasan saat ingin mengajak anak les piano. Tentu ada banyak alasan lain namun yang pasti jangaan sampai mengorbankan kepentingan anak. Dampingi mereka melalui tantangan dan hambatannya terutama di awal-awal masa belajarnya yang akan meningkat sejalan tahapannya. Yang pasti, tetap semangat mengantar dan menjemputnya ya hehehe…