Setelah hampir dua minggu menjalani pengobatan TB kelenjar sejak pertama posting tentang penyakit ini di sini, Rabu (6/1), aku kembali mengunjungi dr. Ungky sebagai pertemuan ketiga. Hasil lab PA atas tes sputum/kultur dahakku terdeteksi negatif. Artinya, paru-paruku bersih dari kuman TB dan kemungkinan menular menjadi lebih rendah/tidak ada. Alhamdulillah…
Melihat hasil negatif tes itu, rasanya melegakan sekali. Bagaimana pun ini adalah salah satu ketakutanku (juga akan jadi penyesalanku) jika ternyata hasilnya sebaliknya. Karena kalau hasilnya positif, sepertinya akan semakin panjang rentetan pengobatan yang harus dilakukan dan seluruh anggota keluarga yang tinggal bersamaku perlu diperiksakan juga. Meski begitu suatu saat, jika semua pengobatanku nanti dinyatakan selesai dan pandemi telah berakhir, akan tetap memeriksakan anak dan suami. Bagaimana pun mencegah lebih baik daripada mengobati bukan?
Hari-hari ini adalah masa yang cukup baik kurasakan. Berbeda dengan keesokan hari sejak pulang dari memeriksakan diri pertama kali di dr.Ungky, secara mental harus kukatakan ngedrop sekali. Bawaannya pengen nangis dan sedih gitu. Harus mengakui, sulit menerima dan kadang berpikir kenapa sampai kena penyakit ini.
Tapi ya kupikir normal saja begini. Saat seseorang menerima sebutlah cobaan atau sesuatu yang tidak terduga, wajar jika kemudian bereaksi seperti kaget, sedih, merasa terpuruk, atau bahkan marah. Perasaan yang semacam ini menurutku haruslah diterima dan mengatakan pada diri sendiri bahwa itu adalah hal wajar/bukan sesuatu yang aneh untuk dihindari. Berbeda jika sampai menyakiti baik diri maupun orang lain. Baru yang begini jadi tidak normal.
Saat perasaan itu telah diterima maka yang terjadi diri lebih menerima kenyataan. Pada titik ini, aku lalu tidak lagi berpikir ke belakang misalnya mencari-cari penyebab kenapa sampai kena atau menduga-duga dari siapa yang potensial menularkan. Rasanya tidak ada gunanya dan tidak menemukan apapun. Justru yang kupikirkan adalah bagaimana caranya mencari pertolongan/cara agar lekas sehat kembali serta perubahan-perubahan psikis atau fisik yang kurasakan selama menjalani pengobatan.
Oya, bagi yang belum tahu, menurut WHO, Indonesia adalah salah satu dari 30 negara dengan beban TB tertinggi di dunia dan berperingkat tertinggi ketiga angka kejadian TB di dunia setelah India dan China. Kalau ngomong dunia nomor tiga, sebagai penyakit endemik, tentu tingkat penularan/penyebaran di Indonesia juga tinggi karena didukung oleh kondisi geografis tropis dan humid (lembab) namun tidak banyak yang menyadari.
Reaksi Obat OAT yang Kuminum
Selama jangka satu minggu (30/12-6/1), aku minum obat anti tuberkolosis (OAT) sebanyak 4 butir, ditambah anti mual dan vitamin. Kuminum jam 4 pagi/bangun tidur untuk obat anti mual dan jam 5 pagi untuk OAT. Reaksi yang diterima tubuhku lumayan parah. Awalnya terasa gatal-gatal di bawah kulit tapi belum keluar bruntus merah. Ini kurasakan sekitar pukul 7 pagi atau dua jam dari minum OAT. Kupikir ya mungkin cuaca dingin sehingga kulit jadi kering atau mandi terlalu pagi.
Malamnya kontrol dan dr. Ungky menyarankan untuk menghentikan sementara OAT jika kulit gatal kemerahan. Namun, saran ini tidak kuikuti karena kupikir (dari yang kubaca-baca) jika menghentikan minum OAT, akan menyebabkan resistensi obat.
Keesokan harinya, kuminum kembali OAT itu dan betul saja, area yang gatal awalnya di sekitar paha atas dan dalam, bertambah di seluruh paha serta punggung. Dan gatalnya, aduh…pengen garuk-garuk terus hiks… Kulit mulai berwarna merah dan bruntusan seperti gabag. OAT tetap kuminum selama satu minggu itu dengan efek gatal-gatal.
Selain itu, dampak lain yang kurasakan adalah sedikit mual tapi tidak terlalu mengganggu dan urine berwarna oranye seperti orange squash syrup hehe…Tapi karena minum air putih kuusahakan banyak, Maghrib begitu biasanya sudah jernih kembali. Jadi padaku, tidak bereaksi OAT berwarna merah.
Pada kontrol berikutnya pada Rabu (13/1), kusampaikan keluhanku dan memperlihatkan kulit kemerahan akibat OAT. Aku sempat “diomelin” dr. Ungky karena masih minum OAT padahal gatal parah. Kukatakan kekhawatiranku jika tidak minum OAT maka akan mengulang dari awal. Yang kupikirkan adalah semakin lama tidak minum semakin lama proses penyembuhanku.bSebetulnya aku ingin tabah menerima reaksi OAT yang kuminum karena aku sadar itu adalah efek sampingnya. Cuma, dr. Ungky menyatakan jika reaksi gatal seperti itu juga berbahaya bagi tubuh. Beliau meyakinkan jika dalam pengobatan TB itu adalah jumlah OAT yang telah diminum, bukan semata durasinya saja. “Tidak begitu cara berpikirnya, yang dihitung adalah jumlah obat yang masuk dan yang meminta menghentikan minum obat kan saya,” tandas beliau. Hihiii maafkan saya pasien ngeyel ini, Dok hehee..Pada kunjungan itu, dosis OAT diturunkan jadi 3 butir dari sebelumnya 4 butir sekali minum.
Mulai lagi kuminum OAT pada Kamis (14/1) pagi jam 5 seperti biasa. Dua jam pasca minum, gatal memang belum terasa namun tidak lama setelah minum, ada rasa mual yang kurasakan (di minggu sebelumnya tidak begitu terasa). Bahkan jam 9, aku mulai merasa sakit kepala hebat dan badanku demam dan menggigil. Sempat kucek tingginya 38,2 dercel. Sepanjang hari aku hanya tidur berselimut serta pakai kaos kaki karena telapak kaki rasanya dingin. Agak sore, sempat kuminum asam mefenamat satu butir dan kulanjutkan tidur. Baru setelah Maghrib, kondisi tubuhku lumayan enak namun hampir merata di sekujur tubuhku keluar gatal-gatal seperti gabag. Juga mulai berkeringat sehingga aku minta tolong suamiku untuk merebus air mandi dan setelah itu makan. Benar-benar pengalaman minum obat sangat keras yang reaksinya luar biasa.
Sejak hari itu hingga sekarang, aku tidak minum OAT lagi hingga kontrol kembali Rabu (20/1). Pada kali ini, dr. Ungky belum meresepkan formula obat tepat untuk kondisiku dan merujuk ke dokter spesialis kulit. Nanti setelah observasi dari sana akan diresepkan kembali komposisi OAT yang tepat buatku, So, perjalanan pengobatan TB-ku masih belum mulus sampai di sini dan tunggu hasil berjumpa dokter spesialis kulit dulu ya.. Semoga ada jalan keluar untuk kasus sepertiku. Semangat!
Aneka Reaksi OAT
Dari berbagai informasi yang pernah kubaca, OAT membawa aneka reaksi dalam tubuh baik ringan maupun berat. Adapun disebut mengalami efek samping ringan antara lain:
- Kehilangan nafsu makan, mual, sakit perut
- Nyeri sendi
- Kesemutan sampai rasa terbakar di kaki
- Warna kemerahan pada air seni (urine)
Selama timbul efek samping ringan di atas, dianjurkan tetap minum OAT dan jangan sampai berhenti. Namun jika mengalami efek samping dengan gejala seperti berikut agar segera berkonsultasi dengan dokter:
- Gatal-gatal dan warna kemerahan pada kulit
- Gangguan keseimbangan tubuh
- Gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
- Kulit atau bola mata kuning tanpa penyebab lainnya
Oh ya, aku menemukan situs dari Kemenkes RI tentang peta jalan eliminasi TB Indonesia Tahun 2030 menuju Indonesia Bebas TB Tahun 2050. Kalian bisa cek di sini seperti apa upaya pemerintah menanggulangi TB dan aneka media KIE (komunikasi, informasi, edukasi). Untuk lebih ringkasnya, bisa juga melihat di Instagramnya yang up to date dan informatif.
Jadi bagi siapa pun yang sedang membaca ini serta sedang mengalami pengobatan TB, jangan menyerah ya…Mari lanjutkan pengobatan hingga tuntas. Semangat!